A. ABSTRAK
Penulisan ini didasari adanya suatu tanggapan atas segala realita yang ada mengenai hadirnya berbagai drama modern dalam hal ini drama asing yang ikut mewarnai pergolakan drama dalam dunia sastra Indonesia hingga mampu merangsang beberapa penyair ternama Indonesia untuk menerjemahkan berbagai karya sastra asing khususnya drama sebagaimana yang menjadi inti pembahasan sekaligus pengkajian kita kali ini. Dari tindakan beberapa penyair itulah tentunya memiliki sebab atau alasan yang kokoh dalam kaitan arus kehidupan sastra di Indonesia.
Penelitian ini tergolong jenis penelitian kepustakaan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yaitu metode yang tidak menggunakan data statistik atau dengan kata lain lebih menempuh pada penafsiran logika untuk memperoleh data yang diteliti. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis dengan mengambil empat buah drama dari dua sumber yang berbeda dalam hal ini dari dua negara yang berbeda yang secara otomatis tentunya berasal dari penyair yang berbeda pula., yakni terdiri atas dua buah drama Indonesia (drama lokal Sulawesi tenggara) yang berjudul Kadera karya dan Didit Marshel dan Putri Padangguni (Kera dan Tupai Menuai padi) karya Muhamad Edy Sul dan dua buah drama asing yakni Pagi Bening karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quentero terjemahan dari Drs. Sapardi Djoko Damono dan Malam Terakhir karya Yukio Mishima kemudian terjemahkan oleh Toto sudarto Bachtiar. Keempat drama tersebut dijadikan sebagai bahan perbandingan mengenai nilai estetikanya yang terkandung dari keempat sumber drama yang berbeda.
Hasil penelitian dan pembahasan diperoleh informasi bahwa kehadiran berbagai karya sastra asing atau kondisi akulturasi kesusastraan Indonesia sebagaimana pada realitasnya bukanlah suatu pemaknaan atau pencerminan bahwa kesastraan Indonesia bersifat lemah dibanding karya-karya sastra luar negeri, namun itu merupakan suatu cara untuk mengenalkan karya-karya sastra Indonesia ke dalam dunia persaingan sastra dunia serta merupakan salah satu upaya untuk menambah khazanah kesastraan bangsa kita.
. Ditinjau dari sudut pandang mengenai pengaruh dan kedudukan sastra asing dalam pergolakan sastra Indonesia, yakni bukanlah sesuatu hal yang bersifat negatif dan perlu dijaga ataupun dihindari keberadaanya karena pada dasarnya kesusastraan indonesia lahir dari adanya pengaruh-pengaruh ataupun sentuhan dari budaya asing yang selalu melekat pada arus perkembangan kesastraan Indonesia atau dengan kata lain cukup banyak tokoh-tokoh legendaries sastra yang sebenarnya memanfaatkan pengetahuan yang didapatkannya dari kehidupan sastra asing sebagai bahan menciptaan yang akan dijadikan sebuah bentuk karya sastra. Oleh karena itu, kedudukan sastra asing dalam kehidupan kesastraan Indonesia sangatlah penting untuk dijadikan cerminan atau tolak ukur bahkan persaingan untuk mengenai sejauh mana perkembangan dan kemajuan khazanah sastra kita dibanding dengan kehidupan sastra Negara lain. .
B. LATAR BELAKANG
Konsep definisi karya sastra sangat beragam bila kita melihat pendapat-pendapat dari berbagai para ahli bahkan penyair yang telah cukup lama bergelut dalam dunia sastra. Ada yang menyatakan bahwa karya sastra adalah bagian seni yang mengandung unsur kehidupan yang menimbulkan rasa senang,nikmat, terharu, menarik perhatian dan menyegarkan perasaan hati penikmatnya (Taum, 1997: 15) dan adapula beberapa pendapat yang menyatakan bahwa karya sastra merupakan gambaran sekeliling ruang kehidupan tentang keadaan yang terjadi yang dirasakan oleh penyairnya. Cerita yang dilakonkan atau yang yan dikenal dengan istilah drama merupakan salah satu ragam sastra yang menjadi sasaran pengkajian dalam penulisan ini.
Kesusastraan Indonesia merupakan potret sosial budaya masyarakat Indonesia Sastra lahir dari proses kegelisahan sastrawan atas kondisi masyarakat dan terjadinya ketegangan atas kebudayaannya. Sastra sering juga ditempatkan sebagai potret sosial. Ia mengungkapkan kondisi masyarakat pada masa tertentu. Ia dipandang juga memancarkan semangat zamannya. Dari sanalah, sastra memberi pemahaman yang khas atas situasi sosial, kepercayaan, ideologi, dan harapan-harapan individu yang sesungguhnya merepresentasikan kebudayaan bangsanya. Dalam konteks itulah, mempelajari sastra suatu bangsa pada hakikatnya tidak berbeda dengan usaha memahami kebudayaan bangsa yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, mempelajari kebudayaan suatu bangsa tidak akan lengkap jika keberadaan kesusastraan bangsa yang bersangkutan diabaikan. Di situlah kedudukan kesusastraan dalam kebudayaan sebuah bangsa. Ia tidak hanya merepresentasikan kondisi sosial yang terjadi pada zaman tertentu, tetapi juga menyerupai pantulan perkembangan pemikiran dan kebudayaan masyarakatnya.
Jika karya sastra merupakan bentuk pencerminan tentang situasi di sekellingnya, maka kehadiran bentuk karya sastra yang berasal dari tempat dan pengarang yang berbeda, berarti masing-masing konsep yang dikandungnya termasuk nilai estetikannya akan berbeda pula, hal ini disebabkan karena adanya hubungan yang kontekstual antara keadaan dan karya sastra itu sendiri . Arus perjalanan kehidupan karya sastra di Indonesia dari masa ke masa memang tidak terlepas dengan adanya pengaruh sastra asing yang pada mulanya dulu sejak pada masa Angkatan Balai Pustaka.
Keberadaan berbagai bentuk karya sastra asing tenyata membawa pengaruh bagi kehidupan beberapa penyair di Indonesia ketertarikan mereka pada jeni-jenis karya asing diwujudkan seperti halnya dalam bentuk penerjemahan karya sastra, penulisan esai tentang pendapat mereka dalam mengkritisi kehidupan satra di Indonesia. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan hal tersebut, apakah ini berarti bahwa kekuatan kehidupan sastra di Indonesia masih tebilang lemah dan masih jauh tertinggal dengan sastra asing atau hanya sekedar pacuan kita untuk semakin menyadarkan dan membangkitkan semangat hati-hati penjiwa sastra dalam dunia
C. TUJUAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dan kedudukan sastra asing dalam pergolakan sastra Indonesia?
PEMBAHASAN
Perkembangan arus globalisasi sastra Indonesia yang selalu diwarnai oleh pengaruh asing, ini merupakan seseuatu hal yang tidak bersifat dini lagi, sebab pengaruh ini sudah lahir sejak dulu, yang mana ketika Indonesia mengawali pinjakannya dalam dunia sastra sebagaimana di negri lain yang sistem perkembangan sastranya telah dipengaruhi secara dominan olehi sastra Erofa, bahkan norma-norma dan konvensi-konvensi sastra yan berasal dari realisme formal dan realisme lain diterima sebagai unsure penentu untuk memandang komoderenan suatu karya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rendra dalam kumpulan esai Sapardji Djoko Damono dalam buku yang berjudul Drama Indonesia, Rendra mengatakan bahwa sebenarnya teater modern kita berasal dari Barat yang berkembang ketika kelompok kaum elit kita merasa tidak puas dengan tradisi lisan saja.
Atas dasar sentuhan-setuhan sastra kita dari budaya asing, maka tidak heran jika . namun dengan keberadaan itu, membuktikan bahwa tidak sedikit orang yang merasa khawatir akan pengaruh budaya asing yang dapat melunturkan budaya asli Negara kita, tetapi ada pula sebagian orang bahkan hingga pada tokoh-tokoh sastrawan Indonesia yang menyatakan bahwa akan pentingnya pengaruh asing itu untuk dijadikan sebuah barometer atau tolak ukur kita dalam mengembangkan dunia sastra kita masa kini hingga masa yang akan datang.
Hal demikian dibuktikan oleh beberapa tokoh sastrawan Indonesia seperti halnya Sapardji Djoko Damono, Chairil Anwar, Pramudya Anantatuor, dan mungkin masih cukup banyak penyai-penyair lain yang kagum akan keberadaan sastra asing. Kekaguman itu dibuktikan terhadap sikap mereka akan usaha-usahanya dalam menerjemahkan berbagai karya sastra asing dalam bahasa Indonesia seperti halnya Pramoedya Ananta yang menerbitkan terjemahan novel Maxim Gorky, Leo Tolstoy, Mikhail Slokov dan John Steinbeck bahkan selain itu ada juga Chairil Anwar, penyair legendaris inipun dikenal sebagai penerjemah atas sejumlah puisi, cerpen dan novel karya para sastrawan terkemuka di dunia anatara lain Ernest Hemingway, John Steinbeck, dan andre Gide. Dari generasi berikutnya ada Sapardji Djoko Damono, Landing Simatupang, Arif Bagus Prasetyo, dan Eka Kurniawan. Beberapa dari nama satrawan penerjemah ini mungkin hanya merupakan bagian kecil yang tercantum.
Selain itu, yang patutut dikagumi dalam perjalanan arus sastra kita ialah ternyata para tokoh legendaries sastra kita tidak hanya menerjemahkan sastra-sastra asing ke dalam bahasa Indonesia, tetapi ternyata cukup banyak karya-karya para sastrawan Indonesia yang juga mewarnai dunia sastra pada Negara lain, salah satunya beberapa karya Chairil Anwar yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris,Jerman, dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya adalah "Sharp gravel, Indonesian poems", oleh Donna M, Dickinson (Berkeley? California, 1960), "Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati" (Madrid: Palma de Mallorca, 1962), dan Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffe dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963). Bahkan sebagai bahan renungan tentang sebuah kenyataan bahwa Pramoedya Ananta Toer pernah menjadi kandidat kuat memenangi hadiah sastra paling prestesius di dunia, dengan menerbitkan novel-novel cemerlang yang kemudian melambungkan namanya di blantika sastra dunia, ia berhasil menyisihkan sangian-saingannya dan melaju hingga pada nominasi terakhir, namun disaat terakhir ia diungguli oleh penyair Nigeria yaitu Wole Soyinka. Selin itu, Pramoedya adalah salah seorang penulis Indonesia yang karyanya paling banyak diterjemahkan ke bahasa lain, dan ampir semua bukunya telah diterjemahkan ke bahasa asing, bahkan ada yang telah diterbitkan dalam 40 bahasa. Dengan demikian, hal ini turut membuktikan bahwa Kesastraan Indonesia memilki kemampan tradisi yang kuat atas keberhasilan beberapa karya sastra kita yang mampu menembus arus persaingan kesastraan dunia.
Sementara itu, ketika Sapardji Djoko Damono turut angkat bicara mengenai keadaan sebagian penyair Indonesia termasuk dirinya yang senang menyibukkan diri dalam menerjemahan berbagai sastra asing, dirinya menyatakan bahwa hal ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan taraf pergaulan kita dengan bangsa-bangsa lain khususnya dalam dunia kesastraan, dan bagaimanapun, kita tidak bisa menutup diri dari perkembangan sastra dunia jika kita ingin berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang menguasai pentas sastra dunia. Ditambahkannya, di zaman sekarang ini tidak akan mungkin suatu budayaan berkembang sendiri tersentuh dengan kebudayaan lain, namun tentu saja dalam usaha bergaul kita tidak hanya harus menerima tetapi kita juga harus memberi dan kita tentu saja bisa menawarkan karya sastra kita terhadap bangsa lain sebagai usaha penting agar bangsa lain memahami dan menghayati dunia kita maupun budaya bangsa kita.
Setelah melihat pendapat tokoh sastrawan Indonesia dan kembali memperhatikan dinamika perkembangan sastra bangsa Indonesia dari masa ke masa, dengan melihat realita yang ada, memang benar bahwa pada realitasnya bagaimanapun kesastraan bangsa kita tidak bisa terlepas dari pengaruh asing sebagaimana juga yang dialami oleh ruang kesastraan bangsa-bangsa lain. Apalagi ditambah keadaan bangsa kita yang senantiasa terbuka terhadap pengaruh asing dan sama sekali tidak menujukkan sikap kekhawatiran dalam menghadapinya. Para penerjemah sebenarnya adalah para penggalih bahasa yang berperan besar dalam perkembangan sastra dunia. Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan dukungan yang luas bagi profesi penerjemah yang besar tanggung jawabnya, tapi sering tidak mendapatkan perhatian. Dukungan tersebut diharapkan datang bukan saja dari pemerintah, melainkan juga dari berbagai unsur yang berkepentingan dengan tugas para penerjemah, termasuk para pembaca yang kritis.
Di zaman seperti sekarang ini ketika arus perkembangan komunikasi yang kian hari semakin pesat, tidak akan mungkin suatu kebudayaan berkembang sendiri tanpa bersinggung atau tersentuh dengan kebudayaan lain. Disamping itu, kita memang harus mengakui bahwa kebudayaan yang memang selalu cenderung mempengaruhi kebudayaan yang lebih lemah.
Dengan demikian, jika pendukung kebudayaan yang lebih lemah bersikap posif, maka tentu ada kemungkinan ia hanya mendapatkan atas apa yang diberikan dan didapatkan alangkadarnya saja, namun biala ia bersikap aktif, ia bisa memilih segala sesuatu yang terkandung dalam kebudayaan lain yang dapat dimanfaatkan uantuk memperkaya dan memperkuat sebagai tonggak penujang kehidupan sastra bangsa kita. Oleh karena itu, sebagai bangsa yang berfikir, kita jangan pernah takut atupun khawatir terhadap pengaruh kebudayaan asing serta hadirnya berbagai alasan yang dapat melunturkan budaya asli Negara kita, tetapi justru kita harus lebih aktif mencari dan bahkan merebut kebudayaan asing yang kita anggap baik dan dapat dimanfaatkan. Hal ini bukan merupakan sikap tetapi bagaimana cara kita menumbuhkan serta memperkaya kehidupan sastra kita kesastraan Indonesia tidak selalau berada di bawah naungan sastra-satra asing, tetapi bagaimana caranya agar karya-karya sastra kita mampu bersaing berbagai karya sastra asing.
Sebenarnya kekhawatiran mengenai keberadaan pengaruh asing tidak perlu ada, sebab sejarah telah mencatat juga dominasi sastra terjemahan dalam kehidupan nenek moyang kita dan dengan sangat cepat kita bahkan telah menyandur sastra-sastra asing dan menjadikannya bagian penting yang turut mengembangkan khazanah kebudayaan bangsa kita. Adapun mengenai sastra-sastra asing kita yang telah diterjemahkan, tidak lagi menjadi milik bahasa dan kebudayaan dari sumbernya, tetapi sudah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bahasa dan kebudayaan sasaran atau pennikmat karya satra itu sendiri. Sebagai penikmat karya sastra, ada satu hal yang tidak bisa kita lupakan dalam kaitan hal ini, yakni barangkali kita telah lupa nama nama berbagai tokoh yang ada dalam suatu karya sastra seperti halnya Arjuna, Abunawas, dan Pinokio. Kita harus kembali menoleh ke belakang tentang asal-usul keberadaan mereka, yang ternyata mereka juga merupakan tokoh-tokoh cerita dari hasil karya Negara asing. Mungkin pada awalnya dulu kita tertarik pada tokoh-tokoh itu justru karena mereka menghadirkan hal penting yang tidak hadir dalam kehidupan kita dan merupakan hal yang baru.
Ketika Sapardjio Djoko Damono kembali menyinggung mengenai keberadaan pengaruh sastra asing terhadap dunia kesastraan bangsa Indonesia, dirinya menyatakan bahwa setiap kali kita membahas mengenai penyusupan atau pengaruh kesusastraan asing, berarti kita berbicara mengenai apa yang disebut kebudayaan massa. Istilah dalam bahasa inggris ini konon berasal dari bahasa Jerman yang terdiri atas dua kata yaitu Masse dan Kultur, yang biasa kita kenal dengan istilah mass culture. Kebudayaan massa merupakan sebuah istilah yang mengandung nada mengejek atau merendahkan. Selanjutnya ia kembali menjelaskan bahwa istilah ini merupakan pasangn dari high culture, dalam artian kebudayaan elit atau tinggi. Kebudayaan tinggi mengacu tidak hanya berbagai jenis kesenian produk simbolik yang menjadi plihan kaum elit terpelajar dalam masyarakat Barat, tetapi segala sesuatu yang ada kaitannya dengga pikiran dan perasaan kaum yangmenjatuhkan pilihan atas jenis kesenian dan produk sibolik tersebut.
Dari sumbangan pemiikiran Sapardji, perlu kita menyadari bahwa ini merupakan sebuah cerminan agar kita tidak selalu menumbuhkan sikap kekhawatiran kita yang berlebihan terhadap nasib kesusastraan bangsa kita dan memfonisnya bahwa kehidupan sastra kita berada dalam bahaya, sebab hal ini akan mematahkan semangat generasi para penerus bangsa yang sebenarnya tidak perlu ada. Tetapi hal yang perlu kita lakukan ialah menumbuhkan sikap tradisi itu dalam wujud semangat membaca, menulis, dan menerbitkan karya sastra, serta mewariskan pustaka sebagai pusaka yang terus dimaknai dan kemudian mewujudkan dalam karya-karya besar atau membaca karya-karya bermutu dari khazanah sastra dunia kemudian membandingkan hasil karya kita dengan berbagai karya dari luar negeri serta meniru semangat kerjanya dalam berkarya dari proses kreatif mereka demi kemajuan khazanah kesusastraan bangsa Indonesia. Ini bukan berarti bahwa karya sastra dunia itu selalu lebih superior dari karya kita sendiri, namun anggap saja sebagai pembanding, semacam kawan bergelut.
PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan dari uraian serta sumbangan pemikiran dari bebepa legendaris sastra ternama Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa kehadiran berbagai karya sastra asing atau kondisi akulturasi kesusastraan Indonesia sebagaimana pada realitasnya bukanlah suatu pemaknaan atau pencerminan bahwa kesastraan Indonesia bersifat lemah dibanding karya-karya sastra luar negeri, namun itu merupakan suatu cara untuk mengenalkan karya-karya sastra Indonesia ke dalam dunia persaingan sastra dunia serta merupakan salah satu upaya untuk menambah khazanah kesastraan bangsa kita.
. Ditinjau dari sudut pandang mengenai pengaruh dan kedudukan sastra asing dalam pergolakan sastra Indonesia, yakni bukanlah sesuatu hal yang bersifat negatif dan perlu dijaga ataupun dihindari keberadaanya karena pada dasarnya kesusastraan indonesia lahir dari adanya pengaruh-pengaruh ataupun sentuhan dari budaya asing yang selalu melekat pada arus perkembangan kesastraan Indonesia atau dengan kata lain cukup banyak tokoh-tokoh legendaries sastra yang sebenarnya memanfaatkan pengetahuan yang didapatkannya dari kehidupan sastra asing sebagai bahan menciptaan yang akan dijadikan sebuah bentuk karya sastra. Oleh karena itu, kedudukan sastra asing dalam kehidupan kesastraan Indonesia sangatlah penting untuk dijadikan cerminan atau tolak ukur bahkan persaingan untuk mengenai sejauh mana perkembangan dan kemajuan khazanah sastra kita dibanding dengan kehidupan sastra Negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Heryanto, Ariel.1985. Perdebatan Sastra Kontekstual. Jakarta : CV. Rajawali.
Damono, Spardji Djoko. 2010. Drama Indonesia. Ciputat : Editum.
Hidayat, Ahid. 2009. Kontrapropaganda dalam Darama Propaganda Sejumlah Telaah. Kendari : FKIP Unhalu.
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Peneliitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Zulfahnur, dkk. 1996. Teori Sastra. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Murniah, Dad, dkk. 2005. Antologi Drama Sulawesi Tenggara. Kendari : Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara.
BIODATA PENULIS
Herlin lahir di Kendari, 4 September 1990. Ia merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Sjahir dan Almarhumah Hasmirah. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di kampung halamannya kelurahan Kapoiala, kecamatan kapoiala, kabupaten Konawe. Pendidikannya dimulai di SDN 1 Kapoiala lulus tahun 2002 , melanjutkan sekolahnya di SMPN 3 Soropia lulus tahun 2005, dan meneruskan belajar di SMAN 1 Sampara (kini menjadi SMAN 1 Kapoiala), lulus tahun 2008. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi Sulawesi Tenggara Universitas Haluoleo pada FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah pada program S-1. Ia pernah menjadi tim PASKIBRAKA di kecamatan Bondoala, kini aktif dalam sebuah organisasi di kampus yang bernama SAINS (Studio Apresiasi Insan Seni).